Sun. May 19th, 2024

Pemakzulan Presiden
Tak ada yang lebih mengguncang dunia politik daripada isu Pemakzulan Presiden. Proses ini melibatkan pendongkelan seorang pejabat publik dari jabatannya, terutama pejabat yang memiliki kekuasaan politik tertinggi. Namun, di balik keinginan politik untuk memakzulkan seorang presiden, terdapat prasyarat yuridis yang ketat serta mekanisme dan proses yang harus dijalani.

Pemakzulan presiden bukanlah keputusan yang bisa diambil dengan sembarangan. Di negeri kita, proses memiliki syarat substansi pelanggaran yuridis yang harus dipenuhi. Hal ini berarti bahwa tidak hanya bersifat politis, melainkan juga didasarkan pada pelanggaran hukum yang meyakinkan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Proses Pemakzulan Presiden memerlukan bukti-bukti konkret yang menunjukkan adanya pelanggaran hukum yang signifikan. Oleh karena itu, sebelum mencapai tahap pemakzulan, perlu ada penyelidikan dan pengumpulan bukti yang teliti dan transparan. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa tidak hanya didasarkan pada opini politis, tetapi juga pada fakta hukum yang sah.

Asumsi ini semakin kuat dengan munculnya nama Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Beberapa pihak berpendapat bahwa proses pencalonannya melibatkan berbagai kiat yang menggunakan otot kekuasaan dan manipulasi hukum yang sulit dipahami secara sehat nalar.

Beberapa pihak yang tidak percaya pada integritas pemilihan presiden mendatang menciptakan isu hangat terkait pemakzulan. Mereka menduga bahwa pemilihan presiden selanjutnya akan diwarnai oleh oto politik, dimana langkah-langkah yang diambil untuk memenangkan pasangan calon tertentu dianggap kontroversial.

Pendapat Yusril Mahfud Soal Isu Hot Politik Pemakzulan Presiden

Respon Yusril Ihza Mahendra: Ketiadaan Dasar Konstitusional dalam Petisi Pemakzulan

Yusril Ihza Mahendra, yang dikenal sebagai ahli tata negara, menilai bahwa petisi pemakzulan terhadap Jokowi adalah inkonstitusional. Ia merinci bahwa hal ini tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pandangannya, proses pemakzulan tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu satu bulan, dan ia menegaskan bahwa hal tersebut mustahil.

Yusril juga menjelaskan bahwa seharusnya dilakukan atas dasar hukum dan kesalahan yang jelas, seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, atau tindak pidana berat lainnya. Menyatakan bahwa pemakzulan adalah instrumen yang seharusnya digunakan sebagai respons terhadap tindakan-tindakan yang merugikan negara dan masyarakat.

Dengan demikian, pandangan Yusril Ihza Mahendra menyoroti pentingnya konsistensi dengan prinsip-prinsip konstitusional dalam menghadapi isu , serta menekankan perlunya dasar yang kuat dan bukti yang jelas dalam proses tersebut.

Respon Mahfud MD: Memandang Isu Sebagai Indikator Demokrasi

Mahfud MD, yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, memberikan responsnya terhadap isu pemakzulan ini dengan menyatakan bahwa dia tidak memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Menurutnya, laporan semacam itu seharusnya disampaikan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan terkait penyelenggaraan pemilu.

Mahfud MD menyatakan bahwa munculnya usul menandakan adanya ketidakberesan dalam proses demokrasi saat ini. Ia menyoroti situasi di mana seorang pimpinan negara terpaksa dihadapkan pada wacana pemakzulan sebagai bentuk oto-kritik di akhir masa jabatannya. Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran akan stabilitas demokrasi dan perluasan pemahaman terhadap aturan-aturan yang mengatur proses .

Baca Juga : Yusril Penuhi Panggilan Polda Metro Jaya