Salah satu hal yang menjadi dasar pertimbangan Yusril Ihza Mahendra adalah uji materi yang pernah diajukannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2010. Uji materi tersebut berkaitan dengan pengertian saksi dalam Pasal KUHAP. Yusril menjelaskan bahwa putusan MK No 65/PUU-VIII/2010 telah memperluas makna saksi dalam hukum acara pidana. Pengertian yang semakin luas ini, menurutnya, menjadi landasan untuk mendukung peran saksi meringankan dalam kasus Firli.
Yusril Ihza Mahendra, pakar hukum dan mantan menteri, memandang peran saksi dalam perkara pidana lebih dari sekedar pengamat. Ia menegaskan, saksi tidak hanya harus mereka yang menyaksikan langsung suatu tindak pidana, namun juga orang-orang yang mengetahui kejadian pidana tersebut. Tujuannya adalah memastikan proses pemeriksaan berjalan adil, adil, dan bebas bias.
Mengatasi Ketimpangan Proses Hukum :
Tokoh hukum ini menyatakan keprihatinannya mengenai persepsi adanya ketidakseimbangan kekuasaan dalam proses hukum. Yusril menyoroti kuatnya posisi penyidik dan jaksa, disandingkan dengan relatif lemahnya tersangka dan terdakwa. Menurutnya, kesetaraan dalam sistem hukum adalah hal yang terpenting, terutama dalam masyarakat demokratis dimana kedaulatan berada di tangan rakyat.
Alasan Yusril Mau Jadi Saksi Meringankan Firli
Pada kasus dugaan pemerasan yang menimpa Firli Bahuri, Yusril Ihza Mahendra memberikan kontribusinya sebagai saksi meringankan. Keputusannya untuk memberikan kesaksian tersebut tidak terlepas dari sejumlah pertimbangan yang dipaparkannya dengan jelas.
Perkembangan signifikan kasus dugaan pemerasan yang melibatkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Yusril Ihza Mahendra, tokoh hukum terkemuka, tiba di Polda Metro Jaya pagi tadi. Tujuannya jelas, yakni menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam upaya mendukung mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri.
pakr hukum mengungkapkan keyakinannya bahwa dalam sistem demokrasi. Kedaulatan berada di tangan rakyat dia berpendapat aparat penegak hukum dan pihak yang diduga melakukan pelanggaran hukum seharusnya memiliki kedudukan yang sejajar. Pada pandangan Yusril, keberadaan hukum dan penegakan hukum seharusnya menjadi instrumen yang menghormati prinsip demokrasi, dan tidak boleh melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan.
Menurut Yusril, kasus Firli Bahuri menjadi cerminan dari ketidakseimbangan kekuasaan tersebut. Oleh karena itu, keputusannya untuk menjadi saksi meringankan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengembalikan keadilan dalam sistem hukum.